Bismillah.
Diantara perkara yang paling mendasar dalam hidup seorang muslim adalah meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta adalah dengan takdir dan kekuasaan dari Allah.
Mengimani takdir artinya meyakini bahwa Allah telah mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi sampai hari kiamat, Allah menuliskan ilmu-Nya itu di dalam lauhul mahfuzh, Allah menghendaki segala sesuatu yang terjadi maupun tidak terjadi di alam semesta ini; semuanya atas kehendak Allah, dan Allah menciptakan segala sesuatu yang ada di alam dunia ini; termasuk di dalamnya kematian dan kehidupan adalah makhluk ciptaan Allah.
Iman kepada takdir pada hakikatnya adalah bagian dari iman kepada rububiyah Allah; bahwa Allah sebagai pencipta, pengatur dan penguasa alam semesta. Oleh sebab itu Imam Ahmad rahimahullah menyatakan bahwa takdir adalah qudrah/kekuasaan Allah yang meliputi segala sesuatu. Barangsiapa yang mengingkari takdir maka rusaklah iman dan tauhidnya.
Syaikh Abdurrahman al-Barrak hafizhahullah menjelaskan di dalam Syarah Aqidah Thahawiyah-nya :
الإيمان بالقدر هو من توحيد الربوبية
Iman kepada takdir merupakan bagian dari tauhid rububiyah
لأننا نقول في توحيد الربوبية هو: الإيمان بأنه تعالى رب كل شيء ومليكه،
Karena kita mengatakan bahwa tauhid rububiyah adalah mengimani bahwa Allah ta’ala sebagai Rabb/pemilik dan pemelihara segala sesuatu serta penguasanya…
وأنه على كل شيء قدير، وأن ما شاء كان وما لم يشأ لم يكن،
Dan bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan apa pun yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, sementara apa pun yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak terjadi…
وأنه خالق كل شيء، هكذا نفسر توحيد الربوبية، وهذا يتضمن الإيمان بالقدر،
Dan bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Inilah penafsiran kita terhadap tauhid rububiyah, dan ini mengandung keimanan kepada takdir…
وهو أن كل شيء جارٍ بقدر الله وبمشيئة الله على وفق علمه وتقديره السابق .
Dan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah dengan ketetapan/takdir dari Allah dan atas kehendak-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan takdir-Nya yang telah ada sejak dahulu